Selamat! Anda Telah Berhasil "Merusak" Pulau Sempu

Siapa sih yang ga tahu atau ga pernah denger tentang Pulau Sempu? Buat kalian yang punya hobi traveling pasti pernah kesana atau minimal pengen kesana dan menikmati keindahannya. Betul ga? Begitu juga dengan gue, saking terpesona dengan keindahannya, gue pun memasukkan Pulau Sempu dalam destination list gue. Pulau Sempu terletak di Dusun Sendang Biru, Desa Tambak Rejo, Kecamatan Sumbermanjing Wetan, Kabupaten Malang, Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Secara geografis terletak antara 112°40’45” Bujur Timur dan 8°24’54” Lintang Selatan.

Keinginan gue untuk mengunjungi Pulau Sempu itu sama besarnya kayak keinginan gue untuk jadi orang yang baik, kuat banget. Namun kedewasaan berkata lain, keinginan itu harus gue kubur dalam-dalam dengan senang hati. Lho emang kenapa? Karena Tuhan ngasih pencerahan melalui kultwit-nya Mas @arman_dhani yang di "Chirpstory" oleh @kenarrox. Untuk itulah artikel ini gue buat.

Tempat yang selama ini kita kenal dengan nama Pulau Sempu, sesungguhnya adalah sebuah tempat yang sejak tahun 1928 ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Alam Pulau Sempu berdasarkan Besluit van den Gouverneur Generaal van Nederlandsch Indie Nomor 69 dan Nomor 46 tanggal 15 Maret 1928 tentang Aanwijzing van het natourmonument Poelau Sempoe dengan luas 877 ha.

Wikipedia mencatat bahwa "Cagar alam adalah suatu kawasan suaka alam karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa, dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami."

Selain berdasarkan keputusan Gubernur zaman Belanda yang udah gue sebutin sebelumnya. Penetapan Pulau Sempu sebagai cagar alam juga ada dalam Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan RI Nomor: 417/Kpts-II/1999 tertanggal 15 Juni 1999.

Waktu zaman Belanda dulu itu, pertimbangan utama kenapa Pulau Sempu dijadiin cagar alam adalah karena saat itu, bahkan saat ini semakin parah, banyak pulau di Jawa yang telah dijadikan hutan produksi jati dan tanam paksa. Biasanya sih orang Belanda selalu berpikir demi kemanfaatan beberapa ratus ke depan. Tapi yang pasti penetapan Pulau Sempu sebagai cagar alam bukan perkara sepele.

Sebelumnya Pulau Sempu bukanlah merupakan destinasi wisata populer. Banyak orang yang lebih paham dan mengunjungi Wana Wisata Sendang Biru yang dikelola oleh Perhutani Malang. Sebelum tahun 1998, seluruh cagar alam, termasuk Pulau Sempu, dijaga ketat oleh militer, sehingga relatif aman dari campur tangan manusia, terlebih lagi turis.

Akhir-akhir ini kondisi Pulau Sempu semakin memprihatinkan. Banyak pengunjung Wana Wisata Sendang Biru yang menganggap bahwa Pulau Sempu adalah bagian dari Wana Wisata Sendang Biru. Mereka berpikir bahwa dengan membeli tiket  Wana Wisata Sendang Biru juga berarti bahwa mereka berhak mengunjungi Pulau Sempu, padahal tidak sama sekali.

Tumpukan Tenda dan Sampah di Pulau Sempu. (Foto by: Wisnu Yuwandodo

Tumpukan Tenda dan Sampah di Pulau Sempu. (Foto by: Wisnu Yuwandodo

Akhirnya, keindahan Pulau Sempu mulai menyebar dari mulut ke mulut yang diperparah dengan tulisan traveler yang pernah kesana dan seolah mengajak untuk ikut serta. Tidak ketinggalan travel agent yang kemudian menjual paket wisata ke Pulau Sempu. Media pun sontak memberitakannya sebagai "surga" di Jawa Timur. Ya benar. Surga yang telah dirusak dan dimasuki dengan ilegal.

Cagar alam yang semestinya menjadi tempat perkembangan ekosistem unik yang harus berlangsung secara alami, berubah menjadi destinasi wisata baru yang sangat menggiurkan bagi para pebisnis. Hebatnya, Pemerintah melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf a.k.a @indtravel) turut promosikan Pulau Sempu sebagai destinasi wisata, bukan cagar alam. Luar biasa!

Padahal Pasal 19 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyatakan bahwa "Setiap orang dilarang melakukan kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka alam."

Pasal 24 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan juga menyatakan bahwa "Pemanfaatan kawasan hutan dapat dilakukan pada semua kawasan hutan kecuali pada hutan cagar alam serta zona inti dan zona rimba pada taman nasional." Apakah karena Kemenparekraf bukanlah Kementerian Kehutanan yang wajib mengetahui isi kedua undang-undang tersebut? Gue yakin sih engga.

Setali tiga uang, seperti halnya @indtravel, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur pun mendeklarasikan "potensi wisata" di Cagar Alam Pulau Sempu. BBKSDA Jawa Timur yang semestinya menjadi pelaksana teknis amanat peraturan perundangan malah mendukung komersialisasi Cagar Alam Pulau Sempu.

Dalam sebuah dialog interaktif bertema "Pulau Sempu, Antara Cagar Alam dan Wisata" yang diselenggarakan oleh Komunitas Peduli Sempu tanggal 5 Juni 2012 yang lalu, dimana turut dihadiri oleh perwakilan BKSDA Jember, Perum Perhutani KPH Malang, Dinas Kehutanan Kabupaten Malang, serta Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Malang, terungkap bahwa sepanjang tahun 2011 Pulau Sempu dikunjungi oleh 11.065 wisawatan nusantara dan 136 wisatawan asing. Bahkan dari Januari hingga Mei 2012, tercatat sudah ada 4.204 pengunjung.

Kabid KSDA BKSDA Wilayah III Jember, Sunandar, bahkan mengizinkan wisatawan untuk berkunjung asalkan bisa menjaga kebersihan di pulau itu, sehingga pulau itu tetap terjaga konservasinya. "Minimal pengunjung yang datang kesana ketika pulang kembali membawa sampah yang dibawanya," ujar Sunandar.

Gue yakin, baik Kemenparekraf maupun BBKSDA Jawa Timur dan BKSDA Jember tentu tahu bahwa cagar alam hanya dapat dimanfaatkan untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam; penyerapan dan/atau penyimpanan karbon; dan pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya, sesuai dengan amanat dalam Pasal 33 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.

Sebuah Renungan Untuk Traveler

Setelah baca beberapa uraian di atas, coba kalian renungkan pertanyaan berikut ini:

"Apakah dengan kedatangan gue ke Pulau Sempu akan menyebabkan keberadaan dan perkembangan ekosistemnya jadi berlangsung ga alami? Meskipun waktu gue kesana atau kalau nanti gue kesana gue janji akan menjaga lingkungannya, minimal ga buang sampah sembarangan gitu?"

Kalau setelah bertanya begitu hati kecil dan logika kalian menjawab "Iya, ternyata gue salah" atau "OK, gue juga akan kubur keinginan gue untuk kesana", menurut gue ini berarti hati kecil dan logika kalian masih beres.

Tapi kalau jawabannya adalah "Lah terus kenapa? Cagar alam juga kan tempat wisata" atau "Lho itu banyak tuh yang pada kesana, masa mereka boleh tapi gue engga" atau "Bodo amat. Mau itu cagar alam kek, banyak setannya kek, gue akan tetep kesana dan ngajak orang-orang untuk kesana"gue punya beberapa nomor dokter spesialis kejiwaan yang mungkin bisa membantu.

Kasar ya? Sama kok kayak kasarnya kalian yang masuk ke Pulau Sempu untuk tujuan wisata padahal itu melanggar peraturan perundangan. Sama kasarnya dengan kalian yang datang kesana dan buang sampah seenak jidat kalian. Sama kasarnya dengan kalian yang udah dikasih tahu bahwa Pulau Sempu itu bukan tempat wisata tapi tetep nekat mau kesana.

OK stop! Amarah ga akan bisa ngasih solusi. Tapi dengan berbagi pengetahuan dan pengalaman melalui diskusi, gue yakin bisa. Gue memang belum pernah "turun ke lapangan" untuk ambil data, tapi menurut gue setidaknya studi literatur di atas bisa ngasih gambaran ke kalian, baik yang udah pernah kesana, mau kesana, maupun yang jualan paket wisata kesana. Masih mau diterusin?

Bagi kalian yang mau bantu gue untuk kampanye hal ini, silahkan copy-paste di blog kalian, kasih tautan ke artikel ini, dan tandatangani petisi. Kalian juga bisa pakai gambar di bawah sebagai featured image di blog kalian. Maaf kalau jelek, maklum gue bukan desainer. Tapi bagi kalian yang merasa artikel dan kampanye gue ini "membunuh mimpi" atau pun "membunuh rezeki" kalian, semoga Tuhan mengampuni dosa-dosa gue.

Btw, kalau ada yang tanya apa itu #CAPSlocked, itu tagar kampanye tentang ini di Twitter. Tagar bikinan gue aja sih. Artinya: Cagar Alam Pulau Sempu locked (terkunci atau tertutup) untuk traveler.

Share

Leave a Reply to beliaCancel reply


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.


Max Adrian

11 years ago

Wahh paham berat om, dan saya tahu betul apa bedanya taman nasional dengan cagar alam, saya juga tahu betul apa-apa yang dinamakan zona inti. Disinilah kelemahan argument ente om, ente hanya memberikan jalan keluar dengan cara menyetop, apakah dengan cara menyetop orang-orang yang datang, bisa perbaikin pulau ini lagi?ente sama aja ngebiarin korban tabrak lari tergeletak ditengah jalan, padahal dia masih ada harapan untuk hidup, tapi ente malah menahan orang-orang disekita yang beberapa diantaranya memiliki niat baik buat menolong orang itu, dengan dalih supaya wilayah olah TKP tidak rusak, ente ngebiarin korban tabrak lari itu meninggal dengan sendirinya.
Nah seperti itulah gambaran apa yang ente juga perbuat dengan alam sempu ini, ente menyetop orang-orang yang berdatangan ke sempu, okelah kalo itu dibarengin dengan sebuah tindakan rekonstruksi alam yang telah rusak ini, tapi nyatanya ente gak mencoba untuk melakukan itu.
Coba ente pelajarin bos, perlu berapa lama sampah plastik bisa hancur sama tanah?

Jadi maksud ane, ane setuju dengan cara ente menyetop eksplorasi oleh manusia di alam sempu, tapi gak cuman menyetop bos, perlu langkah konkrit lainnya, misalkan bersih-bersih pulau, menanam tanaman mangrove atau yang lainnya. Tapi, jangan cuman tim BKSDA sama masyarakat lokal aja yang bersih-bersih, ajak juga para pelaku pengrusakan alam (pelaku pariwisata), dari situ ente gak cuman bakalan berhasil menyetop eksplorasi di sempu, ente juga berhasil mengembalikan keasrian alam sempu.
Banyak hal lain juga yang perlu ente perhatiin bos, misalkan masyarakat lokal yang sangat bergantung ke "wisata yang sudah terlanjur masuk" itu. Perlu adanya sosialisasi dan pembekalan untuk tidak lagi bergantung dengan "wisata yang sudah terlanjur masuk" itu.

Jadi jangan langsung main stop-stop, lihat efek-efek domino yang mungkin bakal terjadi, kemudian barulah cari jalan keluarnya yang terbaik, yang tidak merugikan alam dan manusia. Itu baru namanya smartworker bukan hardworker.

max andrian

11 years ago

Oke jika sekarang untuk berbicara faktual. Ini alam Sempu kita anggap sudah rusak. Lalu apakah dengan hanya menyetop kedatangan wisatawan saja sudah cukup? Saya rasa sih sangat-sangat sulit bisa mengembalikan alam di Sempu jika hanya dengan cara seperti itu.
Kemudian cara apa dong buat perbaikin alam sempu lagi? Lagi-lagi saya rasa dengan cara mengajak serta masyarakat beserta para pelaku wisata yang pernah ikut atau sedang terlibat menjadi penyebab rusaknya alam sempu untuk kembali bersama-sama menata.
Simpelnya begini bro, ente harus tau juga dulu wisata saat ini bukan lagi wisata yang hanya hura-hura saja, yang ente liat sekilas selama ini, hanya wisata hura-hura saja, sedangkan hampir sebagian besar saat ini wisata yang laris dicari orang adalah wisata edukatif.
Ane ambil contoh di Kepulauan Seribu (sorry gak semua di Kep. Seribu itu termasuk daerah konservasi cagar alam) disana, beberapa paket wisata (walau tidak semua) membuat itinerary yang berisikan mengenai wisata edukatif, seperti penanaman mangrove, transplantasi terumbu karang ataupun pemasangan balon-balon pelampung untuk jangkar kapal.
Lalu, apa masih salah juga jika wisata yang dimaksud disini adalah wisata edukatif?
Jadi, jika gw ambil kesimpulan, entah gw gak mau permasalahin ini cagar alam, ini taman nasional, atau ini tempat rekreasi, pada dasarnya kita semua dilarang keras untuk merusak tempat itu. Undang-Undang melarang wisata masuk ke zona konservasi cagar alam, tentu dengan satu sebab pasti, karena negara tidak mau zona tersebut rusak oleh tangan-tangan manusia. Berarti jika kita bisa mendidik dan memberitahu serta membiasakan diri untuk menggunakan wisata edukatif, saya rasa alam sempu bisa kembali asri.

So, realistis aja bro, undang-undang maupun polhut saja tidak bisa mengerem masuknya wisatawan. Jadi mulailah berfikir kedepan, bukan berfikir stagnan dengan hanya menahan laju pengrusakan, tapi mulailah berfikir untuk merekonstruksi lagi alam di sempu, ajaklah wisatawan-wisatawan yang punya andil dalam pengrusakan alam di sempu, untuk memperbaikinya kembali. Selanjutnya mulai tunjukkan dan ajarkan bahwa wisata yg baik adalah wisata edukatif bukan lagi wisata hura-hura.

TravellersID

11 years ago

Om, paham inti yang saya sampaikan di artikel ini ga sih? Saya bukan rem laju pengrusakan, tapi rem hasrat haus eksplorasi manusia yang seenak jidatnya masuk ke cagar alam padahal itu melanggar peraturan perundangan.

Elo ngasih contoh Kepulauan Seribu, padahal itu Taman Nasional, beda Om status dan fungsinya sama cagar alam. Ga usah lah pakai alesan ngajak masyarakat perbaiki Sempu yang udah rusak dengan cara bikin wisata edukatif padahal intinya biar paket wisata kesana direstui. Yang namanya cagar alam, kalau dimasuki untuk tujuan wisata itu ilegal. Get the point, kan? 😉

Salam.

agammaulana63

11 years ago

wah, isinya bagus nih, isu yang menarik
1. dalam ilmu pariwisata, setiap daerah yang dilindungi pasti mempunyai zonasi, alias pembagian daerah yang akan dimanfaatkan.. ada di PP No. 18 tahun 2011 Pasal 1 ayat 14.. sebagai contoh di pulau sempu, kalau memang segara anakan itu cocok untuk dijadikan daya tarik wisata, maka hanya area itu saja yang bisa dijadikan pemanfaatan oleh kegiatan pariwisata, yang lainnya tidak. TAPI penentuan segara anakan sebagai daya tarik juga harus melihat apakah di area tersebut memiliki tumbuhan/hewan yang dikonservasi. zonasi yang ada di cagar alam Pulau Sempu tidak jelas. masukan untuk pemerintah setempat/BKSDA untuk segera mengeluarkan peta zonasi pemanfaatan.
2. pariwisata yang diterapkan di pulau sempu seharusnya adalah pariwisata yang bersifat MENDIDIK WISATAWAN UNTUK MENCINTAI LINGKUNGAN. pariwisata mengambil izin dari kegiatan yang dapat diterapkan di Cagar alam seperti tertuang dalam PP no. 18 tahun 2011 Pasal 33tapi, wisatawan di pulau sempu bahkan tidak peduli dengan hal tersebut. izin untuk dapat menginap/camping di Pulau Sempu pun seharusnya memiliki tahap dan syarat2 yang sudah disusun oleh BKSDA, tujuan yang diperbolehkan pun sebenarnya berupa penelitian dan hal2 yang memberi manfaat bagi cagar alam. namun wisatawan datang dan menyogok pengelola untuk dapat menurunkan izin tersebut lebih cepat.
3. kalau menurut saya, pariwisata boleh diterapkan di kawasan ini asalkan ada pembatasan jumlah dan waktu kunjungan wisatawan, mempunyai visitor management technique yang jelas, dan pemasukan yang didapat harus dimanfaatkan untuk cagar alam tersebut. banyak cagar alam dan daerah2 konservasi baik di dalam negeri maupun luar negeri yang membuka daerah konservasi untuk kegiatan pariwisata, tapi mereka mempunyai peraturan2 yang sudah saya sebutkan di atas untuk diterapkan di daerah konservasi. contoh dalam negeri : Taman Nasional Gede Pangrango, menerapkan pembatasan kunjungan wisatawan perhari dan menutup area pada bulan januari-maret untuk rehabilitasi alam. contoh luar negeri : taman nasional Yellowstone.
saya hanya bermaksud untuk menginformasikan. saya pikir, kalau memang setiap daerah konservasi tidak boleh dikunjungi, maka Semeru, Derawan, Raja Ampat, Pangkajene, dll harus dicoret dari daftar destinasi wisata yang ingin kita kunjungi, karena hal sekecil apapun yang kita lakukan di tempat tersebut pasti memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. yang harus dirubah adalah mindset kita, para traveller untuk tidak hanya menikmati, namun juga mencintai alam. dengan mencintai, kita tidak akan sampai hati untuk merusaknya.
sekian dari saya.. salam 🙂

TravellersID

11 years ago

Duh gimana ya, pendapatnya sih sebagian benar, tapi masalahnya menurut UU, cagar alam itu sama sekali tidak boleh dimanfaatkan sebagai daerah wisata, apa pun alasannya. Contohnya juga sama dengan yang lain, yaitu Taman Nasional, padahal jelas beda fungsinya antara TN & CA. Yang saya tekankan adalah pada CAGAR ALAM, bukan TAMAN NASIONAL. Kalau TN sih jelas ada zonasinya, mana yang boleh & mana yang tidak. 😀

Btw, itu PP Nomor 11 Tahun 2011 kan tentang Pemberian Tunjangan Perintis Pergerakan Kebangsaan / Kemerdekaan, emang ada hubungannya ya sama konservasi? Hee..

agammaulana63

11 years ago

nah gan, agan udah pernah ke Cagar Alam Pananjung di Pangandaran? seingat saya, waktu saya studi lapang kesana, saya diberi informasi kalau CA Pananjung pada tahun 1980an dijadikan role model orang-orang eropa untuk mengembangkan pariwisata di daerah konservasi.. CA Pananjung juga udah punya peta zonasi ko' gan, jadi wisatawan yang kesana tau tempat-tempat yang boleh dan tidak boleh dilewati.. guide disana pun ikut mengawasi wisatawan supaya tidak 'menyentuh' zona-zona terlarang
hahha, sori gan salah nulis, maksudnya PP no 28 tahun 2011, hehhe

agammaulana63

11 years ago

oh iya gan, kalau ngomongin Cagar Alam, ada contoh CA lain selain CA Pananjung yang sudah dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata, seperti :
di Bandung ada CA Tangkuban Parahu, CA Telaga Patenggang, CA Gunung Papandayan
di Puncak, Cianjur ada CA Telaga Warna
di Garut ada CA Kawah Kamojang
dan lain-lain gan.. saya dapat list CA dari wikipedia, nah saya inget2 dah saya pernah berwisata ke beberapa CA tersebut.. CA yang saya sebutkan sudah dikenal banyak orang
mudah2an bermanfaat 🙂

TravellersID

11 years ago

Oh maksudnya alih fungsi gitu? Asal pengalihan fungsinya benar2 bermanfaat dan sesuai peraturan perundangan sih boleh aja, tapi tetap aja itu ga mengurangi masalah di Sempu hari ini, dimana pelanggaran terus terjadi.

Pertimbangan pengalihan fungsi juga ga bisa cuma semata2 untuk pariwisata dan memuaskan hasrat eksplorasi manusia, ketersediaan plasma nutfah tetap harus jadi pertimbangan utama. Ga di alih fungsi aja udah banyak satwa hilang & habitat yang rusak, gimana kalau di alih fungsikan coba? 🙁

rizky

11 years ago

thanks bgt bro infonya, karena ini saya ga jd mengunjungi pulau sempu.
sayang bgt pulau seindah ini udah jd tempat sampah wisatawan yg mungkin ngakunya pecinta alam.
jgn ngaku pecinta alam klo masih merusak alam.

TravellersID

11 years ago

Sama2, Om..

Meskipun pada kesini tp ga membuang sampah / merusak alam tetep salah sih kalau tujuannya buat wisata.

Sebarkan ke teman2nya yg lain ya. 🙂

Gio Sugiyono

11 years ago

Sebetulnya yang peling perlu dilakukan adalah penanaman sikap mental akan petingnya menjaga kebersihan pada semua orang di Indonesia. Pencemaran sampah selalu terjadi di mana-mana, termasuk di lingkungan wisata alam. Di sepanjang track menuju puncak semeru, di setiap pos pendakian gunung lawu, di pantai-pantai, termasuk di pulau sempu.
Kalau memang pulau sempu terlanjur dibuka untuk pengunjung, lebih baik ada polisi hutan yang berjaga di sana setidaknya pada hari sabtu dan minggu untuk mengontrol tindakan para pengunjung yang tidak bertanggungjawab, sekaligus memberi mereka pelatihan mental untuk sadar akan pentingnya menjaga kebersihan dan kelestarian alam.

TravellersID

11 years ago

Tidak ada peratuan perundangan yang mengatakan bahwa Cagar Alam, khususnya Pulau Sempu dibuka untuk pengunjung (wisatawan). Kalau memang mau dibuka, silahkan dirubah dulu undang-undang dan peraturan pemerintah yang mengaturnya, kalau ga dirubah ya melanggar dong.

Pelatihan mental yang penting adalah bahwa CAGAR ALAM ITU BUKAN TEMPAT WISATA. Saya ga mendukung pelatihan mental yang menjadikan cagar alam sebagai tempat wisata meskipun wisatawan tidak membuang sampah disana. Silahkan adakan pelatihan mental untuk buang sampah pada tempatnya di lokasi lain selain cagar alam.

Salam.

Max Andrian

11 years ago

sedikit pendapat dari gw.

Mungkin bakalan sedikit percuma kalau kita terus menerus mencoba mengkritik atau melarang para pelaku wisata untuk menjadikan daerah konservasi alam sebagai destinasi wisata, dan gw rasa pada akhirnya hal ini akan malah makin dikecam oleh orang-orang tersebut, walaupun kita memang tidak peduli dengan kecaman itu, daripada alam kita rusak.

Namun kembali lagi, gw rasa pada akhirnya semua niat baik kita ini tidak akan berjalan efektif. lalu apa dong solusinya agar alam yang kita cintai ini menjadi tetap terjaga, atau bahasa simpelnya, antara konservasi alam dengan kegiatan pariwisata dapat berjalan berdampingan?
Satu saran saja yang mungkin dapat gw bisa sedikit kasih, dan semoga dapat dipikirkan.

Mengapa tidak kita (para pelaku wisata) memulai dari diri sendiri terlebih dahulu? Seperti apa itu bentuk nyatanya? Mungkin kalau menyebutkan dengan membawa kembali sampah yang telah kita hasilkan, agar keluar dari tempat wisata tersebut, mungkin sudah basi, tetapi mengapa tidak kita coba dengan membuat sebuah kegiatan pariwisata yang mengacu pada kelestarian alam? Misalnya seperti, saat kita akan melakukan atau akan berkunjung ke suatu destinasi wisata, mengapa tidak kita masukkan ke dalam itinerary kita, sebuah acara seperti penanaman mangrove, transplantasi karang, atau mungkin dengan memberikan sebuah karya nyata, misalkan seperti menyumbangkan sebuah tong sampah permanen/non permanen.

Lebih nyata kan? gw rasa sih sepertinya lebih akan efektif. Namun bukan berarti gw memperbolehkan daerah konservasi alam dijadikan destinasi wisata, tetapi gw mencoba mengajak untuk menjadi realistis saja, karena semakin hari percayalah tingkat kestresan setiap manusia akan semakin meningkat, dimana ketika tingkat kesetresan itu telah meningkat, maka kegiatan wisata, khususnya wisata alam, akan menjadi sebuah kegiatan yang pasti dilakukan ditiap waktu liburnya, lalu apakah destinasi wisata kita yang telah ada sudah cukup? saya rasa cukup, namun tak banyak yang telah dipublikasikan. Tetapi apakah kita harus merelakan pendapatan masyarakat lokal yang seharusnya masuk ke dalam dompet mereka, masuk ke dalam dompet warga Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam atau negara tetangga-tetangga lainnya, yang hampir tiap minggunya masyarakat negara kita makin hari makin meninggalkan negara kita dalam daftar destinasi wisata mereka.

Jadi, bagi saya, lebih baik daerah konservasi alam diperbolehkan menjadi destinasi wisata, namun tetap sebelum itu terealisasikan kita terlebih dahulu membuat sebuah kebiasaan yang kelak akan menjadi sebuah aturan dasar bagi setiap pelaku wisata masuk ke daerah konservasi alam tersebut.

Dan satu lagi, saya rasa sebaiknya kita berhenti untuk mengeluh pada pemerintah, karena tak ada gunannya kita mengeluh, takkan pernah ada hasil keluhan kita semua ini, jadi berdayakan diri kalian semua untuk menjaga alam kita ini.

Indonesia lebih indah dari semua negara lainnya yang ada di muka bumi ini.

TravellersID

11 years ago

Begini posisinya yang perlu dipahami:

1. Di seluruh peraturan perundangan yang terkait dengan cagar alam, menyebutkan bahwa cagar alam tidak boleh dijadikan tempat wisata. Masa iya mau membolehkan sementara peraturan perundangan melarang?

2. Ada daerah konservasi alam yg bisa buat tempat wisata, contohnya adalah Taman Nasional. Di TN ada daerah yg bnr2 untuk konservasi & ada yg untuk wisata. Peraturan perundangannya pun membolehkan.

3. Dilarang aja tetep pada merusak, yakin kalau dibolehkan bakalan ga makin rusak? Jangan asumsi deh, faktual aja.

4. Inti yang gue sampaikan adalah pada peraturan perundangan. Kalau tiba2 dirubah jadi berbunyi bahwa CA bisa dijadikan tempat wisata DENGAN ALASAN YANG LOGIS, bukan sekedar memuaskan gairah wisata traveler, pendapatan penduduk lokal, apalagi soal devisa, gue akan dukung asal bukan untuk alasan ekonomi. Pertimbangan konservasi bukanlah pertimbangan ekonomi, justru untuk mengerem perilaku ekonomi yang cenderung eksploitatif.

Salam. 🙂

Satria Ramadhan

11 years ago

Apik masbro'...... :))

saya juga mendukung akan kampanye ini, bahwa Cagar Alam Pulau Sempu bukan untuk wisata. Jelas bahwa dasar hukum yang dibuat untuk kawasan ini hanya untuk penelitian dan pengetahuan. Oleh karena itu, dengan ini mohon izinkan daya untuk "copas" gambar "Pulau Sempu (No Travelers Allowed)" milik anda untuk artikel yang saya buat di http://the-tambora.blogspot.com/2013/04/pulau-sempu-pulau-yang-malang-di.html

-terima kasih dan salam lestari-

TravellersID

11 years ago

Silahkan Om, dengan senang hati. Saya juga sudah baca, OK lah artikelnya. Tobatnya juga bagus tuh.. Hee.. 😀

Edward John

11 years ago

Bagaimana dengan taman nasional seperti, contoh saja, Yellowstone di AS sana yang tetap berfungsi sebagai taman nasional, dan, pada saat yang bersamaan juga jadi tempat rekreasi? Ada banyak contoh lain di negara lain juga.

Don't get me wrong. Saya sangat mendukung penuh pelestarian alam. Sekali lagi, sangat mendukung. Tetapi, efektifkah membuat masyarakat mencintai alam dengan melarang mereka menikmati keindahannya? Bukankah itu sama mustahilnya seperti memaksa seseorang untuk makan manisan buah tetapi pada saat yang sama melarangnya untuk merasakan manisnya?

Ketika Yellowstone hendak dijadikan tempat rekreasi pun ada banyak pihak yang tidak menyetujui. Toh, pihak-pihak yang berlawanan pendapat akhirnya berdamai dan Yellowstone kini tetap menjadi kawasan konservasi seutuhnya dan pada saat yang sama juga tempat rekreasi.

Jangan lupa. Generasi muda Indonesia yang akan datang perlu dikenalkan sedini mungkin pada alam untuk menanamkan dan kelak menumbuhkan kecintaannya. Pada gilirannya, nasionalisme pun bisa tumbuh dari mencintai alam. Tidakkah Anda setuju? Saya lebih suka generasi mendatang berekreasi ke alam bebas daripada ke kamarnya yang dilengkapi game semacam xbox dan playstation.

Sebetulnya, menurut saya, perlu penegakan hukum dan pengawasan ketat saja dari pihak pemerintah (daerah) untuk mencegah taman-taman nasional atau kawasan konservasi lainnya menjadi rusak oleh, mari sebut, penjahat alam.

Hans Rosling, ahli statistika dari Swedia mengatakan, janganlah kita jadi pesimis. Jangan pula jadi optimis. Jadilah posibilis; seorang yang menolak jadi emosional, lebih berpikir secara analitik berdasar data dan fakta, lalu berkata, 'it is possible, it can be done!'

So, a fully functioning national park AND, at the same time, a recreational park? Why not? It is possible, it can be done (says the possibilist).

TravellersID

11 years ago

Terima kasih atas komentarnya yang cukup menjelaskan tentang TAMAN NASIONAL, tapi pertanyaannya, apakah saya sedang melarang sesorang untuk mengunjungi TAMAN NASIONAL PULAU SEMPU? TIDAK, kecuali di zona inti dan zona perlindungan. Pulau Sempu itu CAGAR ALAM, bukan Taman Nasional. Beda jauh Om, makna dan fungsinya.

Saya juga sebenarnya tidak melarang orang untuk ke Pulau Sempu, tapi UU, peraturan pemerintah, dan peraturan-peraturan teknisnya yang melarang orang untuk ke Pulau Sempu buat wisata. Silahkan ke Pulau Sempu tapi untuk PENELITIAN, bukan WISATA. Mau ajarkan generasi muda untuk mengenal alam? Silahkan ajari mereka cara meneliti ekosistem disana, bukan wisata. Ataukah lebih mudah untuk mengajarkan generasi muda bersenang-senang melalui wisata tapi sulit untuk ajarkan tentang menambah ilmu dengan meneliti?

Kalau Anda usulkan penegakan hukum, caranya mudah, cukup dengan taruh Polhut di Pulau Sempu yang MELARANG WISATAWAN untuk masuk kesana. Kalau mau melakukan penelitian yang dilengkapi dengan SIMAKSI resmi dari BBKSDA Jawa Timur yang ada di Surabaya bukan di Sendang Biru atau Pulau Sempu, baru boleh masuk. Inilah penegakan hukum. Kalau penegakkan hukumnya adalah membolehkan wisatawan kesana, itu mah bukan penegakkan hukum, tapi pembelokkan hukum.

Taman Nasional setidaknya mempunyai 4 zonasi, yaitu zona inti, zona perlindungan, zona pemanfaatan, dan zona pemukiman. 2 zona pertama (inti dan perlindungan) adalah KSA yang sama sekali tidak diperbolehkan ada aktivitas wisata disana, sementara pada zona pemanfaatan dan zona pemukiman diperbolehkan. Inilah yang berlaku di dunia internasional dan yang diterapkan di Yellowstone National Park.

Jadi, di artikel ini, saya sedang berbicara soal Taman Nasional yang masih dimungkinkan digunakan untuk pariwisata atau Cagar Alam yang sama sekali tidak boleh untuk wisata? Saya yakin Anda paham maksud saya.

Salam.

Umar FH

11 years ago

setuju ! itu yang membuang sampah sembarangan orang-orang yang berakal pikir pendek dan sangat egois

monda

11 years ago

spread the message

@TravellersID you can buy royalty-free license of stock photo and stock video; search, compare, and book cheap flight ticket, hotels, and car rental around the world; or hire us for social media management, content writing, or video production services.