Hari baru saja berganti ketika kami bersiap-siap menuju tempat Bu Kasno biasa menjajakan gudeg ceker-nya. Meski kedatangan kami ke kota Solo ini bukan dengan niat khusus untuk traveling, yaitu dalam rangka mudik Lebaran, tentu akan sayang untuk melewatkan kesempatan untuk jalan-jalan di kota yang indah dan penuh dengan objek wisata ini, khususnya wisata kuliner. Dan lagi, bukankah mudik Lebaran bisa dimasukkan dalam jenis traveling? 🙂
Bu Kasno biasa menjajakan gudeg ceker buatannya di Jalan Monginsidi, Kota Solo/Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia. Meski dijajakan di Jalan Monginsidi, makanan ini lebih dikenal dengan nama "Gudeg Ceker Margoyudan". Kalau tidak salah, Margoyudan adalah nama dari sebuah jalan kecil (gang) yang ada di sekitar Jalan Monginsidi tersebut. CMIIIW. Setelah menempuh sekitar 15 menit perjalanan (naik sepeda motor) dari daerah Kartosuro, Kabupaten Sukoharjo, dan berbekal peta digital dari "Research In Motion, Inc.", kami pun tiba di lokasi Gudeg Ceker Bu Kasno Margoyudan. Karena terletak di jalan protokol, tentu tidak akan sulit bagi Anda untuk menemukannya.
Kami sampai di lokasi sekitar pukul 02.00 WIB, meski pada jam ini bukanlah waktu yang "wajar" bagi orang untuk keluar rumah, ternyata terlihat banyak sekali kerumunan pembeli, pemandangan unik yang jarang sekali bisa Anda temukan di sebuah lokasi kuliner. Hebatnya, dari banyaknya mobil yang berjejer di sepanjang jalan, yang merupakan mobil para pembeli, mayoritas bukanlah mobil dari Solo, tetapi mobil dari luar kota dengan nomor polisi "L".
Setelah memarkirkan sepeda motor dan sedikit mengabadikan suasana antrian, kami pun segera "merangsek" masuk ke dalam kerumunan antrian itu. Ya, karena kami terlambat, maka mau tidak mau kami harus berdesakan dengan calon pembeli yang lain. Meski sudah berdesakan dan sedikit memaksakan tubuh kami yang kecil dan mungil ini (jangan protes!) untuk masuk ke dalam antrian, ternyata baru 30 menit kemudian kami bisa memesan dan mendapatkan hak kami atas gudeg ceker ini. Sedikit banyak, hal ini mengajarkan kami tentang susahnya "mencari makan". 😀
Dalam waktu sekejap, yang dihitung sejak saat memesan, dan merogoh kocek Rp54.000,00, akhirnya dua piring nasi gudeg dengan "sambal kerecek", empat cakar ayam, dua ati ampela, dan dua gelas teh manis panas, sudah di tangan, dan kami pun memilih untuk menyantap makanan ini di luar area warung dengan beralaskan tikar. Rasa gudegnya sangat gurih dan cenderung asin, sementara cakar ayamnya (ceker) terasa begitu empuk. Kata seorang pekerja di warung ini, cakarnya dimasak dalam kuah santan untuk waktu yang cukup lama, sehingga kulit dan tulang mudanya akan langsung terlepas ketika digigit. Porsinya pun tidak terlalu besar, pas lah untuk kami yang sedang sarapan kepagian. 😀
Walaupun tidak mengandung daging, ceker merupakan bagian dari tubuh ayam yang paling gurih. Kulit, tulang, otot, dan kolagen yang terkandung di dalamnya membuat ceker terasa gurih dan kenyal. Ceker juga kaya akan Omega 3 dan Omega 6. Dalam setiap 100 gramnya, terdapat 187 mg Omega 3 dan 2,571 Omega 6. Kedua zat ini merupakan golongan asam lemak tak jenuh ganda yang bisa membantu pertumbuhan otak dan relaksasi pembuluh darah (Yogyes.com).
Puas menyantap kuliner nikmat ini, sekitar pukul 03.00 WIB, kami pun beranjak kembali ke rumah. Meski waktu istirahat hari ini terpotong banyak, namun tergantikan dengan hangatnya suasana pagi yang dingin di "Gudeg Ceker Bu Kasno, Margoyudan" yang belum tentu bisa kami dapatkan di tempat lain. 🙂
Salam Travellovers.